Senin, 06 September 2010

Homeyo Bagian III (Berburu Nyamuk)

Akhirnya perburuan nyamuk dimulai juga.
Tanggal 31 Agustus, kami memutuskan menuju desa Degesiga, yang terdiri dari beberapa dusun. Hanya 2 dusun yang berhasil kami kunjungi, dusun Janogo dan Engganengga. Tidak ada transportasi lain selain jalan kaki menuju desa ini. Jangan salah, desa dan dusun ini terasa sangat dekat, karena dapat terlihat dari Pogapa, tetapi, ternyata untuk mencapainya harus menuruni jurang dan mendaki tebing, hingga muncul istilah 'dekat di mata, jauh di kaki' hehehe...
Tim riset didampingi LSM Primari, Kapolsek dan Danramil (trims berat buat semuanya, gak hanya jadi penunjuk jalan, tapi bener-bener jadi tumpuan jalan deh)kami mulai menuju dusun pertama, matahari yang terik tapi dengan suhu dingin dan tempat yang tinggi membuat tubuh kami cepat lelah sekaligus tertipu. Di samping nafas segera terengah-engah, badan terbakar pun gak terasa (saat ini, tengkuk dan sebagian leher belakang saya bener-bener gosong dan mulai mengelupas, duhhh)
(Tim Riset malaria, di turunan depan SMP, masih tersenyum lebar, malam harinya ketika melewati turunan/tanjakan ini, kami kehabisan nafas, bahkan ada yang sampe terbaring di tengah jalan, hehehe)

Di tengah jalan, beberapa kali kami bertemu Aita (bapak) atau Ama (ibu-ibu) yang melintas dari kebun, dengan ramah mereka menyapa amakane (untuk 1 orang) atau amakaniye (bila ketemu orang lebih dari 1)yang kurang lebih artinya,selamat...(jadi mau pagi, siang atau malam, sapaannya tetep sama)
Sampe di Janogo, kami mulai mendata orang yang pernah sakit malaria 9berdasar laporan Dinas Kesehatan), mencatat koordinat rumah (dengan GPS), serta mencari jentik di genangan atau kolam di sekitar kampung (bener-bener deh, seumur umur baru kali ini bolak balik nyiduk air cari jentik nyamuk, wkwkwk)
Honai (rumah asli Papua) di Homeyo agak berbeda dari daerah lain misalnya Wamena. Honai cenderung bersudut (biasanya membulat) bahkan tak jarang benar benar persegi empat, dengan bahan dari kayu dan atap ditumbuhi tanaman atau bunga
(jangan salah, yang ini bukan rumah, tapi kandang babi lho)

Selanjutnya kami menuju dusun Engganengga. Jalanan makin menggila. Anggota tim perempuan, memutuskan untuk balik dan menunggu di Janogo (bener-bener keputusan sangat sangat sangat tepat, wkwkwk)Jalan makin terasa berat, karena kami kehabisan air minum, dan tanjakan dan turunan makin curam, serta berbatu batu, jadi kalo salah melangkah, bakal terpeleset.Tapi dihibur dengan pemandangan spektakuler dan sungai yang seger banget airnya.

Beberapa kali kami berhenti untuk mengatur nafas, juga sekali berhenti di tengah jalan untuk memeriksa darah (dengan Rapid Diagnostic Test malaria)sekaligus mengobati 2 orang anak yang dibawa ibunya. Anak kecil yang berada di dalam tas noken ibunya (lucu aja liat cara bawa anak dalam tas), positif malaria campuran falciparum dan vivax)(menggendong anak dalam tas noken)

Sesampai di Engganengga (dengan nafas dan tenaga yang tersisa) ternyata kami harus berkumpul dalam gereja dan melakukan pengobatan massal!! (gila aja, gak siap...)
(gerbang dusun)

(interior gereja)

dengan obat yang minimal (thanks Primari) dan sisa RDT malaria, kami nekad melakukan pengobatan massal sambil menjaring penderita baru malaria. Dari 8 orang yang di test, 4 orang ternyata positif malaria.Penduduk sangat membutuhkan pelayanan kesehatan kami melepas dahaga dengan minum air dari mata air tanpa dimasak (tapi asli seger banget, gak peduli udah haus stengah mati, wkwkwk).Setelah pengobatan, kami lanjutkan mencatat koordinat lokasi dan mencari genangan air untuk menangkap jentik

(seorang pria dengan 'bedak' lumpur, tanda ia sedang berduka karena salah satu anggota keluarganya baru saja meninggal)
(2 orang anak memandang dengan takjub ke arah Mas Mardi,hihihi)

Setelah itu, kami kembali ke Janogo (sekali lagi melewati jalanan maut) dan memutuskan menangkap nyamuk hingga malam tiba dengan menggunakan umpan badan(Sempet juga makan siang berupa ubi dan jagung rebus, juga mengobati pegel-pegel di kaki dengan daun 'gatal' obat anti nyeri tradisional....hehehe).
(daun gatal anti nyeri)
Karena cuaca yang kurang mendukung dan nyamuk yang jumlahnya jarang, kami memutuskan kembali pukul 8 malam ke Pogapa. Bisa dibayangkan gimana serunya jalan kaki malam hari melewati jalanan maut, hahaha. Kami sepakat untuk menggalakkan olah raga sekembali ke Jayapura nanti
(mencoba menangkap nyamuk dengan umpan badan sendiri)
Sesampai di Pogapa nyaris tengah malam, kami langsung menyiapkan dan makan malam (menu andalannya; berbagai olahan mie instan,wkwkwk... )dan dilanjutkan tidur malam (tentu aja dengan bonus keram kaki) dan dalam hati kecil berharap bakal hujan deras supaya besok gak jalan jauh lagi (rencananya keesokan harinya kami menuju Desa Bamba, yang jalannya lebih maut lagi, tidakkkkk...)

Tidak ada komentar: