Rabu, 31 Desember 2014

Akhir Tahun

Beberapa teman mengeryitkan kening ketika tahu kalo saya masih harus menghadiri meeting di akhir tahun gini. Lha, saya aja setengah gak percaya kalo di meeting itu bakal banyak yang hadir... Lha ternyata penuh bener, padahal se Indonesia Raya ini yang diundang, hahaha.
Nah, sorenya saat saya balik ke hotel (di lantai 18), gak sengaja ngelongok ke luar jendela...
Wah, pemandangan Jakarta Selatan keliatan rame banget sore ini. Menarik banget, saya malah jadi berhenti dan merenung (melamun kali ya, hahaha) ngeliat dua arah rentetan mobil di jalan, dan seolah menuju matahari terbenam merah di langit. Jadi mikir, jalanan ini seperti waktu dan hidup. Berderet-deret kita mengalir menuju cahaya, sebagian lagi bergerak menjauh dari cahaya. Seperti kematian dan kelahiran, seperti pergantian tahun di akhir Desember dan awal Januari, seperti susah dan senang... seperti banyak hal...
Hmmm... semua ada saatnya kok ya...
Btw.. Happy New Year 2015


Jumat, 28 November 2014

Jendela Pesawat


Kalau akhir tahun gini emang akan jadi  masa-masa paling sibuk deh.. Biasa... akhir tahun.
Kalo udah model gini nih, kejadiannya bisa sering tugas luar kota. Nah, saya paling suka duduk di jendela pesawat (alasannya sih biar bisa tidur nyender di jendela pesawat). Senengnya lagi karena hampir selalu terbang tengah malam, kita bisa ngeliat matahari terbit dari pesawat, dan ngeliat alam pagi-pagi banget.
bagi saya , warna alam terindah ya saat pagi hari. Tapi pernah juga sih dapat pengalaman gak enak yang sehubungan dengan jendela pesawat. Dua minggu lalu saat terbang dari Jakarta, saya bersama empat teman kantor sepakat memilih duduk di jendela. E.. lah dalah.. pas boarding kok baru ketahuan kalo kita bukannya duduk di dekat jendela, tapi di daerah jendela darurat!!!, dan bukan di tepi jendela, tapi di tengah dan di gang pesawat... Hadehhhh... Kita udah terlalu percaya sama petugas darat di pesawat, jadi gak ngecek lagi nomor kursinya... Alhasil emosi berat deh, jadi susah tidurnya... kan besoknya musti langsung kerja juga...
Tapi rasa jengkel itu tertebus dua hari lalu, saat lagi-lagi harus terbang malam Jakarta-Jayapura. Karena langit udah mulai penuh awan, matahari terbitnya jadi indah, warna yang keluar di alam pun jadi lebih unik.
Tetep aja nyempetin motret, walau ngantuk dan pake handphone pula motretnya, hahahaha

Muara sebuah sungai, warna cokelat sungai yang membaur dengan biru lautan, meninggalkan jejak gradasi di air laut
Dua pulau di Danau Sentani

Senin, 17 November 2014

Bali, Bali.....kerja

Gak kerasa rasanya dah lama banget gak buka-buka blog ini.
Kerjaan baru di kantor, bener-bener habisin waktu jiwa raga (hah?)
Kebeneran akhirnya dapet juga alasan ke Bali, tapi... bukan buat liburan juga sih, masih berhubungan sama tugas kantor juga (yang utama malahan), presentasiin hasil riset di seminar regional Asia Pasifik: 19th Congress Asian Pasific Society of Respirology di Nusa Dua. Senengnya ketemu beberapa temen lama disana. Seneng kedua: ya jelas dong ada jalan-jalnnya walo dikitttttt wakakak.

Suasana di APSR


Jalan-jalan yang dikit itu adalah ke Patung Garuda Whisnu Kencana (GWK) dan ke Pantai Nusa Dua (halahhh pantai ini deket banget sama tempat kongres). Jangan nanya arah jalannya deh, saya gak bakalan inget karena judulnya juga carter mobil dan sepanjang jalan banyakan tidurnya (at least merem)
Kalo soal Bali, saya gak perlu cerita banyak kali ya... justru saya yang udah ketinggalan jauh deh, yang pasti saya sempet refreshing deh hahahaha




GWK

Pantai Nusa Dua

Sparkling Tree, yang ini motretnya pake smartphone hehehe

Rabu, 17 September 2014

Noda

Dan kunodai sayapmu dengan dukaku....




Senin, 18 Agustus 2014

Balonmu

Balonmu ada banyak...
rupa-rupa warnanya...
balonmu tinggal banyak...
kau pegang erat-erat..



Sabtu, 09 Agustus 2014

Telaga Batu Putih, Sentani



Ini masih dalam serial "Lake Hunter" sih sebenernya.
Sama dengan kisah telaga sebelumnya, telaga yang satu ini terlihat dari udara sesaat pesawat akan mendarat atau baru terbang dari Bandara Sentani. Telaga ini keliatan paling kecil di banding telaga-telaga di sekitar Danau Sentani.
Akhirnya, hari ini sampe juga kami ke telaga ini. Sebenernya dalam rangka penelitian juga sih, cuma jadinya "mampir" hehehe.
Menuju telaga ini, melalui Yoka (jalan yang sama dengan Telaga Hati-Infote), cuma nti berbelok menuju jalanan dari tanah berwarna merah yang nanjak banget!!!! (gak semua jenis mobil bakal bisa melalui jalan ini, deh).
Kami sempat bertanya kepada penduduk setempat (seperti biasa, modal nekad dan modal kira-kira aja sih cari telaga ini), dan jalan yang kami lalui akan menuju ke telaga ini.  Alhasil, ngobrolah kami dengan penduduk setempat yang sekalian numpang di mobil kami. Ternyata jalanan ini dibuat untuk para penambang emas. Dulu sih, ada perusahaan yang akan mengelola tambang emas di daerah ini, cuma entah kenapa gak jadi beroperasi (atau malah dah bangkrut?) dan yang tersisa cuma sisa barak dan mesin pengolah pasir aja.

Telaga ini bernama Telaga Batu Putih, karena di daerah ini banyak batu-batu berwarna putih. Kalo diliat-liat, sebenernya ya gak cocok juga disebut telaga karena ukurannya kecil dan konon sebagian besar akan mengering saat kemarau (lebih cocok dibilang kolam kali ya, hehehe)


Telaga Batu Putih dan bunga yang tumbuh di tepinya


Dari telaga ini kami melanjutkan menuju sungai yang konon tempat mendulang emas. Jalanan masih terbuat dari tanah berwarna merah. Setelah itu, kami melanjutkan dengan berjalan kaki melalui jalan turun yang curam, dan ada pula bekas perahu kecil di tengah jalan setapak ini. Sungai yang kita tuju ternyata sedang surut. Air yang mengalir tingginya tidak sampe 50 cm deh, penuh batu dan batang pohon tumbang. Ada beberapa sisa selang bekas pendulangan emas.
Oya, menurut penduduk tadi batu-batu di sungai tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kapak batu dan satu lagi masih ada emas yang bisa didulang sih. Tertarik hehehe?

sungai





Danau Sentani dari kejauhan (pemandangan dari arah Telaga Batu Putih)

Pebukitan di sekitar Telaga Batu Putih

 

Rabu, 30 Juli 2014

Flowery Sarcophagus

Sebenernya judul ini gak sepenuhnya cocok sih...
dan ini juga bukan peti mati, tapi kerangka luar dari nimfa capung...
capungnya sih dah terbang entah kemana, tinggal kerangka luarnya aja yang nyangkut di bunga.
hmmmm.. jadi inget sama proses kematian kan? 
Tiga hari berturut-turut, ada empat ekor model beginian di halaman depan rumah...
Musim perubahan wujud rupanya...hehehe


Sabtu, 21 Juni 2014

Selalu

aku menyayangimu....
selalu....




Wasior,

Selasa, 10 Juni 2014

Wasior, Surga Setelah Banjir Bagian II : Laut

Nah, sekarang giliran lautnya deh, dan bener-bener di laut lho, bukan arah laut.
Dan gak usah heran kalo soal pantai di Papua maupun Papua Barat, sama-sama indahnya serta banyak ikannya gede-gede (sambil mancing juga soalnya...)

Kapal terdampar di Pantai Miei

Nelayan menuju laut saat senja

Pemandangan pantai di belakang rumah tempat kami menginap



hasil pencingan, tenang... saya hanya kebagian narik kalo pas udah dapat aja, wakakakak
Paling menarik adalah pasir timbul di daerah Pantai Sobey. Pasir timbul ini berukuran bergaris tengah 75-100m an. Hanya ada beberapa tumbuhan, seperti baringtonia yang baru semeter tingginya, dan beberapa tumbuhan semak maupun menjalar lainnya. Pasirnya berwarna krem, dan dikelilingi terumbu karang yang disesaki ikan jenis blue devil dan bintang laut yang biru juga, hmmm
Asyiknya lagi, saya dan temen-temen sempet berenang hingga sunset di pasir timbul bernama lengkap Apin Boma Duri ini
 
Apin Boma Duri dari kejauhan
Perahu di tepi Apin Boma Duri








Sisi lain Apin Boma Duri



Siap Berlayar pulang
Akhir pekerjaan




Minggu, 08 Juni 2014

Wasior, Surga Setelah Banjir Bagian I : Darat



Saya dan empat orang teman berkesempatan berkunjung ke Wasior, Ibu Kota Kabupaten teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Gak hanya berkunjung sih sebenernya, tapi penelitian. Topiknya tentang nyamuk Anopheles Sp sebagai vektor malaria di Pulau Papua bagian Indonesia, jadi musti mengidentifikasi spesies nyamuk Anopheles di 2 Provinsi; Papua dan Papua Barat.
Mulai tanggal 29 Mei hingga 7 Juni, kami berada di Wasior. Mengapa bagian pertama ini diberi judul darat? Yah, karena di Wasior ini ada kebiasaan menyebutkan arah berdasar arah darat atau arah laut. Bukan berarti arah laut berarti lokasi itu di pulau atau di air, namun hanya berdasarkan kecenderungan. Jadi bila lokasi yang kita maksud (B) berada lebih dekat ke arah laut dibanding lokasi kita sekarang (A), maka kita menyebut lokasi B sebagai arah ke laut. Hehehe praktis sih, Cuma agak membingungkan bagi pendatang baru seperti kami.
Wasior tempat yang indah, bayangan aja bila ada jajaran bukit memanjang di sepanjang pantai, nah di antara tebing bukit dipenuhi pepohonan menghutan dan pantai itulah Wasior dibangun, tentu saja kota ini akan berbentuk memanjang seiring lekukan pantai dan bukit
Wasior dari arah pelabuhan laut


Tahun 2010 lalu, Wasior dihantam banjir bandang. Sebagian besar kota ini hancur, tentu saja kejadian menyedihkan itu masih dapat diceritakan dengan detil oleh penduduk kota, apalagi peristiwa banjir dengan skala yang lebih kecil terjadi di tahun 2013. Bekas-bekas kerusakan akibat banjir, masih dapat kita lihat di beberapa tempat. Rupanya bukan hanya air yang merusak kota ini, tetapi batu-batu besar hingga lumpur lah yang membuat efek kerusakan begitu besar.
Alun-alun Wasior, batu-batu besar berlukis itu adalah batu-batu yang berasal dari guguran saat banjir bandang
Sisa banjir Wasior


Kehidupan yang muncul di bekas lokasi banjir

 
Sisa-sisa banjir di Wasior

Tanda jalur evakuasi banjir semacam ini, bertebaran di  Wasior 
 Yang menganggumkan dari penduduk Wasior adalah kemauannya untuk bangkit kembali, hingga saat kami tiba di sana, listrikpun belum 24 jam tersedia, namun semangat untuk membangun kota tampak sekali. Jalan juga belum semuanya baik. Transportasi menuju Wasior paling mudah melalui Manokwari kemudian bisa dilanjutkan dengan kapal kecil atau pesawat yang kecil juga, hehehe
Wasior juga dikenal dengan  situs rohani Kristiani yang disebut dengan batu peradaban. Batu peradaban merupakan suatu batu tempat seorang pendeta bernama Izaac Samuel Kijne seringkali mengajar dan mendirikan sekolah teologi, tepatnya di daerah Miei. 


Batu peradaban



Tak jauh dari batu peradaban terdapat sebuah sungai jernih berbatu dengan air terjun kecilnya. Sungai ini juga merupakan sumber air buat penduduk sekitarnya.

Yang menonjol dari Wasior di samping hutan dan pantainya adalah, sungai, rasanya sebentar-sebentar kita akan bertemu anak sungai, dan dengan kondisi tanah yang cenderung berpasir atau berbatu, gak heran juga kalo banjir bandang di wasior selalu diikuti dengan muntahan batu dan lumpur.


Sungai



Berbagai hewan yang sempet saya potret saat berburu nyamuk dan jentiknya
 Back to main business, cari jentik


Mengamati nyamuk hasil tangkapan