Jumat, 26 Desember 2008

Bercakap-cakap Dengan Pagi

Pagi adalah sahabatku...
Kadang benderang, bisa juga suram dan bergemuruh guntur
Tapi pagi tetap selalu pagi, yang meniupkan harapan..
Pagi bercerita dengan penuh semangat,
Bagaimana ia menghajar tenggorokan ayam jantan, hingga berkokok menyambutnya..
Atau bagaimana mewarnai langit dengan semburat warna warni, dan meletakkan cakram pijar matahari di kaki langit..
Tentang, kesenangannya memampatkan kabut, dan menyusunnya di tepian daun menjadi butiran embun...
pagi pun dengan bernafsu, membetot selangkangan para lelaki hingga kelelakian mereka mengeras..
dan meremas payudara para ibu, memaksa air susu memancar deras untuk memuasi dahaga bayi-bayi mereka..
Pagi mengantar pulang nelayan dari tengah lautan, seiring langkah sempoyongan pemabuk dan wanita penghibur dari bar-bar, setelah semalam suntuk mereka semua bekerja, hingga hampir tenggelam di lautan samudera dan lautan kenikmatan...
Pagi selalu mengajari aku tentang menepati janji...
Tapi hari ini aku bangun tanpa menemukan pagi...
Pagi telah pergi, dan hati kecilku semakin yakin, pagi tak akan kembali
Lelah sudah kutangisi kepergian sahabatku ini...
Hingga kuputuskan bersahabat dengan malam
Sahabat misteriusku yang mengagumkan...
Bukankan malam menjadi saksi pergantian hari?
Dan malam begitu kuat membungkam kehidupan dan tetap hidup?
Bahkan malam yang begitu gelap dengan gagah mencabut satu indera kita?
Hmmm, aku begitu mengaggumi sahabat baruku ini, walau hatiku tetap mencintai pagi...

Butiran Embun

Butiran embun dan tetes hujan di tepian daun yang mengatup

Lalat Kuning Bermata Merah dan Embun


Bahkan di malam yang tergelap sekalipun, justru cahaya remeh dari pantat seekor kunang-kunang, dapat menghidupkan kembali pancaindera penglihatan kita yang terkoyak malam....
Dan dalam gelap yang terkelam sekalipun, harapan setipis benang laba-laba, menuntun kita menuju ke kehidupan....

Tidak ada komentar: