Pengobatan massal ke daerah Trans....
Perjalanannya sih relatif biasa aja..
cuma lama aja. berangkat jam 06.00-21.00.
capek sih, tapi seneng, hehehe
di sela-sela kegiatan, sempetin motret
Laba-laba Punggung Berduri
Buah Palem
Buah palem ini berderet-deret panjang
Kupu-kupu
Minggu, 22 Februari 2009
Sabtu, 21 Februari 2009
Terbalik
Rabu, 18 Februari 2009
Minggu, 15 Februari 2009
Minggu, 08 Februari 2009
Don't Leave Me, Babe...
Rabu, 04 Februari 2009
Somewhere Over The Rainbow ( hari ketiga)
Lagi-lagi alarm membangunkan pukul 04.00WIT, dan lagi-lagi kami memilih bergelung lebih erat. Hujan masih turun di luar. Dinginnn…
2 jam kemudian baru kami bergerak meninggalkan kasur masing-masing, menuju dapur! Hehehe, ada kesibukan di dapur (yang luasnya justru mendominasi rumah penduduk yang kami tinggali ini dan langit-langitnya penuh dengan berbagai macam barang yang digantung) yaitu mengasap lele sebesar lengan dan memasak daging burung kasuari, hehehe. Jadi pagi ini sarapan daging burung kasuari masak kecap (kasuari hewan dilindungi bukan?)
Tim makan dengan lahap dan banyak, karena sadar bahwa ada 3 fase yang harus dilalui fase hutan rawa, fase sungai buaya, dan fase jalan berliku hehehe. Dilanjutkan dengan minum’doping’ multivitamin.
Jam 9.30 WIT, kami meninggalkan kampung Molof, tentu saja setelah berpamitan dengan penduduk, dan masih sempat melakukan pengobatan terhadap beberapa orang yang belum sempat berobat tadi malamnya
Perjalanan dalam hutan ternyata tidak lebih baik dari kemarin. Jatuh bangun masih tetap ada (walaupun kali ini saya gak jatuh sama sekali, ransel juga udah dibawa oleh penduduk setempat, bener-bener menikmati hutan), lintah, lalat babi masih juga berpesta pora. Perjalanan pulang kali ini tanpa target waktu, jadi mo molor berapa jam gak peduli, yang penting nyampe selamat. Kesempatan itu digunakan beberapa anggota tim berburu tanaman unik (sampe rela nyebur rawa), dan untungnya tidak tersangkut di beberapa perangkap babi hutan yang dipasang penduduk. Buat saya berarti kesempatan untuk hunting foto, termasuk memotret kumbang salon, kumbang cantik berwarna biru ini, bila diletakkan di kepala manusia, bisa mencari dan memakan kutu rambutnya (asyik juga ya…)FOTO LALAT HIJAU
Beberapa kali kami beristiraha di tengah hutan memberi kesempatan kepada salah satu anggota tim, yang kebetulan berbadan gemuk (terkilir pula) untuk mengatur nafas dan mengobati lututnya dengan daun gatal!!
Daun berbulu halus ini digunakan penduduk asli untuk mengurangi nyeri (kemungkinan besar rambut-ambut halus yang menempel di permukaan bawah daun, mengeluarkan zat anestetik, sehingga membuat rasa nyeri berkurang) Daun gatal ini juga memiliki beberapa kelas. Kw1 : daun gatal berurat merah berduri halus, permukaan atas daun bermotif; ini yang umum digunakan untuk mengobati.
Kw2: daun gatal berurat merah berduri kasar, permukaan atas daun polos; ini dipakai oleh penduduk yang udah resisten terhadap daun gatal kw1.
Kw3: daun gatal berambut kasar dan panjang. Ini kelas penyiksaan, karena bila tersentuh tubuh, akibatnya akan demam sepanjang hari, hehehe
Jam 13.40WIT, kami sampe di pelabuhan, dilanjutkan berperahu menuju titik awal di desa Warley. Siang begitu panasnya, sampe leher dan tangan jadi terbakar. Luka bekas duri(yang menurut penduduk,kemungkinan besar duri rotan) dipergelangan kaki kanan mulai bernanah (1 hari kemudian nanahnya makin melebar, masing masing mencapai 3 cm, bengkak, dan nyeri, setelah diobati dengan antibiotik, baru luka membaik).
Sungai banjir, jadi praktis kami tidak turun ke air, tapi karena arah perahu melawan arus sungai yang banjir, perjalanan tetap lama.
Kami sampai di desa Warley pukul 16.50, dilanjutkan menuju kota. Mampir di warung soto di desa Senggi Trans.
Akhirnya tiba di rumah pukul 04.00 WIT tanggal 2 Januari 2009, molor dari rencana awal hehehe
Lelah, langsung tertidur dan bangun jam 13.00WIT, tapi pengen lagi hahaha
2 jam kemudian baru kami bergerak meninggalkan kasur masing-masing, menuju dapur! Hehehe, ada kesibukan di dapur (yang luasnya justru mendominasi rumah penduduk yang kami tinggali ini dan langit-langitnya penuh dengan berbagai macam barang yang digantung) yaitu mengasap lele sebesar lengan dan memasak daging burung kasuari, hehehe. Jadi pagi ini sarapan daging burung kasuari masak kecap (kasuari hewan dilindungi bukan?)
Tim makan dengan lahap dan banyak, karena sadar bahwa ada 3 fase yang harus dilalui fase hutan rawa, fase sungai buaya, dan fase jalan berliku hehehe. Dilanjutkan dengan minum’doping’ multivitamin.
Jam 9.30 WIT, kami meninggalkan kampung Molof, tentu saja setelah berpamitan dengan penduduk, dan masih sempat melakukan pengobatan terhadap beberapa orang yang belum sempat berobat tadi malamnya
Perjalanan dalam hutan ternyata tidak lebih baik dari kemarin. Jatuh bangun masih tetap ada (walaupun kali ini saya gak jatuh sama sekali, ransel juga udah dibawa oleh penduduk setempat, bener-bener menikmati hutan), lintah, lalat babi masih juga berpesta pora. Perjalanan pulang kali ini tanpa target waktu, jadi mo molor berapa jam gak peduli, yang penting nyampe selamat. Kesempatan itu digunakan beberapa anggota tim berburu tanaman unik (sampe rela nyebur rawa), dan untungnya tidak tersangkut di beberapa perangkap babi hutan yang dipasang penduduk. Buat saya berarti kesempatan untuk hunting foto, termasuk memotret kumbang salon, kumbang cantik berwarna biru ini, bila diletakkan di kepala manusia, bisa mencari dan memakan kutu rambutnya (asyik juga ya…)FOTO LALAT HIJAU
Beberapa kali kami beristiraha di tengah hutan memberi kesempatan kepada salah satu anggota tim, yang kebetulan berbadan gemuk (terkilir pula) untuk mengatur nafas dan mengobati lututnya dengan daun gatal!!
Daun berbulu halus ini digunakan penduduk asli untuk mengurangi nyeri (kemungkinan besar rambut-ambut halus yang menempel di permukaan bawah daun, mengeluarkan zat anestetik, sehingga membuat rasa nyeri berkurang) Daun gatal ini juga memiliki beberapa kelas. Kw1 : daun gatal berurat merah berduri halus, permukaan atas daun bermotif; ini yang umum digunakan untuk mengobati.
Kw2: daun gatal berurat merah berduri kasar, permukaan atas daun polos; ini dipakai oleh penduduk yang udah resisten terhadap daun gatal kw1.
Kw3: daun gatal berambut kasar dan panjang. Ini kelas penyiksaan, karena bila tersentuh tubuh, akibatnya akan demam sepanjang hari, hehehe
Jam 13.40WIT, kami sampe di pelabuhan, dilanjutkan berperahu menuju titik awal di desa Warley. Siang begitu panasnya, sampe leher dan tangan jadi terbakar. Luka bekas duri(yang menurut penduduk,kemungkinan besar duri rotan) dipergelangan kaki kanan mulai bernanah (1 hari kemudian nanahnya makin melebar, masing masing mencapai 3 cm, bengkak, dan nyeri, setelah diobati dengan antibiotik, baru luka membaik).
Sungai banjir, jadi praktis kami tidak turun ke air, tapi karena arah perahu melawan arus sungai yang banjir, perjalanan tetap lama.
Kami sampai di desa Warley pukul 16.50, dilanjutkan menuju kota. Mampir di warung soto di desa Senggi Trans.
Akhirnya tiba di rumah pukul 04.00 WIT tanggal 2 Januari 2009, molor dari rencana awal hehehe
Lelah, langsung tertidur dan bangun jam 13.00WIT, tapi pengen lagi hahaha
Selasa, 03 Februari 2009
Somewhere Over The Rainbow ( hari kedua)
Alarm HP berbunyi tanggal 31 Januari 2009 pukul 4.00WIT (gak ada sinyal,jadi HP berubah fungsi jadi alarm aja), entah karena kelelahan atau karena hujan yang masih deras di luar, kami sepakat bangun molor… rencananya berangkat jam 5 pagi, tapi kenyataannya berangkat jam 8.00 WIT menuju tepi sungai, setelah menunggu kedatangan ‘nahkoda’ perahu dan masyarakat yang akan membantu mengangkat barang-barang.
Karena hujan yang tak kunjung reda, seorang wanita warga setempat, menancapkan sebuah lidi berikut sebutir bawang merah dan cabe rawit di tanah( entah kebetulan atau gak, hujan langsung berhenti, cuma mendung tebal yang tersisa)
Berangkat gak pake mandi dan gak ganti baju. Cuma pake celana pendek dan sandal (melihat gelagat penduduk asli yang tiba-tiba pada nyeker, niat untuk make sepatu dibatalkan, pasti bakal ada apa-apanya neh). Biasanya paling anti bawa celana pendek atau sandal jepit di acara ginian (males bawa barang banyak). Tapi gak tahu kenapa, pas packing barang, sempet masukin celana pendek dan sandal, keduanya dipilih yang teringan ( alhasil sandal kamar operasi pemberian sebuah pabrik obat yang tak bawa, tipis banget… tapi ternyata banyak manfaatnya hehehe)
Perjalanan menuju sungai yang walau hanya menempuh waktu 35 menit, tapi penuh dengan tantangan, seperti jalan berlumpur, melompati pohon tumbang segede banteng, rumput berduri, sungai dengan titian hanya berupa sebatang kayu kecil (anggota tim milih nyebur sungai aja, tapi penduduk asli, nyante aja jalan di atas titian dengan memanggul beban berat. pantes aja mereka pada gak pake alas kaki, ternyata anggota tim pada ribet buka pake sepatu hehehe)
MENUJU SUNGAI
Sampe di sungai, ternyata air belum tinggi benar. Banyak pohon-pohon tumbang malang melintang di tengah sungai. Alhasil penumpang perahu musti bola-balik terjun ke dalam sungai untuk menarik atau mendorong perahu yang nyangkut di pohon. Terkadang kepala juga harus waspada supaya gak menabrak cabang pohon yang menjuntai ke sungai (sekali kepalaku kena, untung cabangnya gak terlalu besar, badan jadi kotor aja akibatnya). Juga baru kali ini naik perahu tapi ada acara jumping beberapa kali karena perahu melewati ‘polisi tidur’ eh ‘polisi nyelam’, berupa batang kayu di dasar sungai.
FOTO: SIAP BERPERAHU
FOTO FILIPUS SANG NAHKODA
SALAH SATU PENDUDUK YANG MENUMPANG PERAHU, HENDAK BERBURU DI HUTAN
ONDOAFI(KEPALA SUKU) YANG IKUT TURUN TANGAN MENDORONG PERAHU
Setelah berperahu menembus hutan selama 4 jam, yang dihibur dengan penampakan burung-burung, biawak berjemur, rusa (walau hanya jejaknya di tepi sungai, konon bila kami pergi lebih pagi, akan tampak banyak rusa minum di sungai) dan buaya (gak sempet motret, cepet banget masuk air. Suasana jadi agak serem ketika ada penampakan si buaya, bahkan penduduk asli pun tampak menaruh rasa hormat luar biasa ke hewan yang satu ini ) akhirnya kami sampe di pelabuhan (bayangin deh bentuk pelabuhannya, Cuma gubuk aja dan ada 1 perahu lagi bersandar, hehehe).
Kami semua mengira bahwa kampung Molof sudah di depan mata, jadi lemes berat ketika kenyataannya masih harus menembus hutan rawa 5 km lagi untuk sampe di Molof ( kami gak sempet sarapan, kirain deket aja. Habis penduduk bilang deket, ternyata deketnya mereka, gak sama dengan deket versi kita, hahaha)
Menembus hutan ini penuh tantangan (langsung ganti sandal dengan sepatu, setelah pergelangan kaki tersangkut duri, entah tanaman jenis apa). Dasar hutan yang berawa, membuat penduduk menebangi pohon dan membuat titian menembus hutan berikut 6 buah sungainya. Jadi 5 km kami meniti batang-batang pohon itu, atau melompati batang pohon besar tumbang, dan tentu aja pake acara jatuh dalam berbagai posisi, dari nungging sampe terlentang juga ada.Blom lagi bonus digigit lintah (record terbanyak, 4 ekor lintah menggigit salah 1 orang anggota tim, lainnya paling-paling 1 atau 2 ekor aja), digigit lalat babi ( lalat besar 4x ukuran lalat hijau, penghisap darah), dan digigit serangga kecil lainnya. Ngeri banget kalo pas lewat sungai (kalo lewat yang bangsa ginian, tiba-tiba aja suasana jadi religius, doa-doa dipanjatkan, nti kalo jalan biasa lagi, kembali cerita-cerita mesum dilontarkan, hehehe) Total 5 kali saya jatuh, termasuk gara-gara berburu foto( termasuk record yang baik lho, hehehe).FOTO HUTAN DAN TITIAN KAYU
Alam hutan Molof luar biasa indah, tanaman, hewan berbagai jenis, suara burung berbagai nada juga ada. Total 3,5 jam kami menembus hutan. Bahu rasanya remuk karena beban ransel, hingga gak peduli lagi mau motret ( gila aja, jangankan mo jongkok atau nunduk buat motret, gerakin leher aja gak mampu). Sampe juga kami di gerbang kampung Molof, yang berupa jembatan papan kayu lapuk yang terasa bergoyang saat dilalui 1 orang aja, bayangin kalo serombongan naik jembatan bareng (asli, neh orang kampung seneng banget yang ngeri-ngeri gini).Dalam hati saya udah bertekad akan tanya ke (ondoafi) kepala suku Molof, kenapa musti tinggal di tempat jauh gini, gak milih tempat dekat-dekat kota aja. Dan niat untuk bertanya makin kuat ketika bener-bener sampe di perkampungan; pasalnya, rumah mereka terbilang bagus, teratur, punya mesin diesel pembangkit listrik tiap rumah, taman bunga, bahkan antenna parabola! Rasanya absurd banget, bahkan mementahkan perjuangan untuk mencapai kampung ini (hehehe). Dan jawabannya adalah; mereka tidak bisa menempati tanah lain di luar hak ulayat adat mereka, jadi mau gak mau, kayak gimana pun sulitnya tempat ini, mereka akan tetap tinggal di kampung Molof (Oooooo…..).
Kami sampe dan tinggal di rumah salah satu penduduk, tidak secara bersamaan (tentu aja yang gak kuat ketinggalan di hutan), 2 jam kemudian setelah saya sampe baru seluruh anggota tim lengkap. Rasa haus dan lapar di luar nalar menerpa tim, teh manis biar panas berasap langsung ludes, pisang bakar yang rasanya gak jauh beda sama bentuknyapun, tersapu habis.
Setelah terkapar di lantai kayu, tim memutuskan bekerja lagi, sebagian masak, lainnya menyiapkan pengobatan massal.MCK diakukan dengan sukses, banyak persediaan air di drum-drum (air hujan), kakus standard pun ada (satu-satunya di kampung ini, di dalam puskesmas kosong).
Jam 18.30 WIT pengobatan massal dimulai ( baru kali ini pengobatan massal sore-malam).Sebelum pengobatan, sempet memberi obat anti nyeri dan vitamin ke seluruh anggota tim (jelas semua dengan bahagia meminumnya). 1 jam kemudian mataku terasa berat dan berair, ketika melihat di cermin, kedua kelopak mata sudah bengkak besar banget (mungkin alergi ibuprofen-obat anti nyeri, sebelumnya saya gak pernah minum obat ini), tapi malah menyebar hal-hal mistik, sebagai penyebab bengkaknya mata saya, seperti : saya kencing di tengah hutan tanpa permisi ke roh penjaga hutan, atau jin hutan naksir saya ( berhubung ada seekor kupu-kupu biru terus menempel di badan saya), atau karena saya sering banget ketinggalan rombongan lantaran hunting foto. Alhasil, nasehat-nasehat ajaib pun dilontarkan, seperti memakai celana dalam terbalik, misalnya hehehe.
Karena saya satu-satunya dokter dalam tim, mau gak mau tetep aja nerima pasien, walau mo ngelihat aja susah banget (total sekitar 80 an pasien malam itu), dan pengobatan kelar jam 22.40 WIT. Setelah berkoordinasi, kami tidur pukul 01.00 WIT (lagi-lagi berdesakan di ruang tamu, tapi kali ini pake kasur).Hujan kembali turun, dengan doa supaya sungai banjir, hingga perjalanan pulang lewat sungai esok hari lebih mudah dari hari ini
SEBELUM MATA BENGKAK
Karena hujan yang tak kunjung reda, seorang wanita warga setempat, menancapkan sebuah lidi berikut sebutir bawang merah dan cabe rawit di tanah( entah kebetulan atau gak, hujan langsung berhenti, cuma mendung tebal yang tersisa)
Berangkat gak pake mandi dan gak ganti baju. Cuma pake celana pendek dan sandal (melihat gelagat penduduk asli yang tiba-tiba pada nyeker, niat untuk make sepatu dibatalkan, pasti bakal ada apa-apanya neh). Biasanya paling anti bawa celana pendek atau sandal jepit di acara ginian (males bawa barang banyak). Tapi gak tahu kenapa, pas packing barang, sempet masukin celana pendek dan sandal, keduanya dipilih yang teringan ( alhasil sandal kamar operasi pemberian sebuah pabrik obat yang tak bawa, tipis banget… tapi ternyata banyak manfaatnya hehehe)
Perjalanan menuju sungai yang walau hanya menempuh waktu 35 menit, tapi penuh dengan tantangan, seperti jalan berlumpur, melompati pohon tumbang segede banteng, rumput berduri, sungai dengan titian hanya berupa sebatang kayu kecil (anggota tim milih nyebur sungai aja, tapi penduduk asli, nyante aja jalan di atas titian dengan memanggul beban berat. pantes aja mereka pada gak pake alas kaki, ternyata anggota tim pada ribet buka pake sepatu hehehe)
MENUJU SUNGAI
Sampe di sungai, ternyata air belum tinggi benar. Banyak pohon-pohon tumbang malang melintang di tengah sungai. Alhasil penumpang perahu musti bola-balik terjun ke dalam sungai untuk menarik atau mendorong perahu yang nyangkut di pohon. Terkadang kepala juga harus waspada supaya gak menabrak cabang pohon yang menjuntai ke sungai (sekali kepalaku kena, untung cabangnya gak terlalu besar, badan jadi kotor aja akibatnya). Juga baru kali ini naik perahu tapi ada acara jumping beberapa kali karena perahu melewati ‘polisi tidur’ eh ‘polisi nyelam’, berupa batang kayu di dasar sungai.
FOTO: SIAP BERPERAHU
FOTO FILIPUS SANG NAHKODA
SALAH SATU PENDUDUK YANG MENUMPANG PERAHU, HENDAK BERBURU DI HUTAN
ONDOAFI(KEPALA SUKU) YANG IKUT TURUN TANGAN MENDORONG PERAHU
Setelah berperahu menembus hutan selama 4 jam, yang dihibur dengan penampakan burung-burung, biawak berjemur, rusa (walau hanya jejaknya di tepi sungai, konon bila kami pergi lebih pagi, akan tampak banyak rusa minum di sungai) dan buaya (gak sempet motret, cepet banget masuk air. Suasana jadi agak serem ketika ada penampakan si buaya, bahkan penduduk asli pun tampak menaruh rasa hormat luar biasa ke hewan yang satu ini ) akhirnya kami sampe di pelabuhan (bayangin deh bentuk pelabuhannya, Cuma gubuk aja dan ada 1 perahu lagi bersandar, hehehe).
Kami semua mengira bahwa kampung Molof sudah di depan mata, jadi lemes berat ketika kenyataannya masih harus menembus hutan rawa 5 km lagi untuk sampe di Molof ( kami gak sempet sarapan, kirain deket aja. Habis penduduk bilang deket, ternyata deketnya mereka, gak sama dengan deket versi kita, hahaha)
Menembus hutan ini penuh tantangan (langsung ganti sandal dengan sepatu, setelah pergelangan kaki tersangkut duri, entah tanaman jenis apa). Dasar hutan yang berawa, membuat penduduk menebangi pohon dan membuat titian menembus hutan berikut 6 buah sungainya. Jadi 5 km kami meniti batang-batang pohon itu, atau melompati batang pohon besar tumbang, dan tentu aja pake acara jatuh dalam berbagai posisi, dari nungging sampe terlentang juga ada.Blom lagi bonus digigit lintah (record terbanyak, 4 ekor lintah menggigit salah 1 orang anggota tim, lainnya paling-paling 1 atau 2 ekor aja), digigit lalat babi ( lalat besar 4x ukuran lalat hijau, penghisap darah), dan digigit serangga kecil lainnya. Ngeri banget kalo pas lewat sungai (kalo lewat yang bangsa ginian, tiba-tiba aja suasana jadi religius, doa-doa dipanjatkan, nti kalo jalan biasa lagi, kembali cerita-cerita mesum dilontarkan, hehehe) Total 5 kali saya jatuh, termasuk gara-gara berburu foto( termasuk record yang baik lho, hehehe).FOTO HUTAN DAN TITIAN KAYU
Alam hutan Molof luar biasa indah, tanaman, hewan berbagai jenis, suara burung berbagai nada juga ada. Total 3,5 jam kami menembus hutan. Bahu rasanya remuk karena beban ransel, hingga gak peduli lagi mau motret ( gila aja, jangankan mo jongkok atau nunduk buat motret, gerakin leher aja gak mampu). Sampe juga kami di gerbang kampung Molof, yang berupa jembatan papan kayu lapuk yang terasa bergoyang saat dilalui 1 orang aja, bayangin kalo serombongan naik jembatan bareng (asli, neh orang kampung seneng banget yang ngeri-ngeri gini).Dalam hati saya udah bertekad akan tanya ke (ondoafi) kepala suku Molof, kenapa musti tinggal di tempat jauh gini, gak milih tempat dekat-dekat kota aja. Dan niat untuk bertanya makin kuat ketika bener-bener sampe di perkampungan; pasalnya, rumah mereka terbilang bagus, teratur, punya mesin diesel pembangkit listrik tiap rumah, taman bunga, bahkan antenna parabola! Rasanya absurd banget, bahkan mementahkan perjuangan untuk mencapai kampung ini (hehehe). Dan jawabannya adalah; mereka tidak bisa menempati tanah lain di luar hak ulayat adat mereka, jadi mau gak mau, kayak gimana pun sulitnya tempat ini, mereka akan tetap tinggal di kampung Molof (Oooooo…..).
Kami sampe dan tinggal di rumah salah satu penduduk, tidak secara bersamaan (tentu aja yang gak kuat ketinggalan di hutan), 2 jam kemudian setelah saya sampe baru seluruh anggota tim lengkap. Rasa haus dan lapar di luar nalar menerpa tim, teh manis biar panas berasap langsung ludes, pisang bakar yang rasanya gak jauh beda sama bentuknyapun, tersapu habis.
Setelah terkapar di lantai kayu, tim memutuskan bekerja lagi, sebagian masak, lainnya menyiapkan pengobatan massal.MCK diakukan dengan sukses, banyak persediaan air di drum-drum (air hujan), kakus standard pun ada (satu-satunya di kampung ini, di dalam puskesmas kosong).
Jam 18.30 WIT pengobatan massal dimulai ( baru kali ini pengobatan massal sore-malam).Sebelum pengobatan, sempet memberi obat anti nyeri dan vitamin ke seluruh anggota tim (jelas semua dengan bahagia meminumnya). 1 jam kemudian mataku terasa berat dan berair, ketika melihat di cermin, kedua kelopak mata sudah bengkak besar banget (mungkin alergi ibuprofen-obat anti nyeri, sebelumnya saya gak pernah minum obat ini), tapi malah menyebar hal-hal mistik, sebagai penyebab bengkaknya mata saya, seperti : saya kencing di tengah hutan tanpa permisi ke roh penjaga hutan, atau jin hutan naksir saya ( berhubung ada seekor kupu-kupu biru terus menempel di badan saya), atau karena saya sering banget ketinggalan rombongan lantaran hunting foto. Alhasil, nasehat-nasehat ajaib pun dilontarkan, seperti memakai celana dalam terbalik, misalnya hehehe.
Karena saya satu-satunya dokter dalam tim, mau gak mau tetep aja nerima pasien, walau mo ngelihat aja susah banget (total sekitar 80 an pasien malam itu), dan pengobatan kelar jam 22.40 WIT. Setelah berkoordinasi, kami tidur pukul 01.00 WIT (lagi-lagi berdesakan di ruang tamu, tapi kali ini pake kasur).Hujan kembali turun, dengan doa supaya sungai banjir, hingga perjalanan pulang lewat sungai esok hari lebih mudah dari hari ini
SEBELUM MATA BENGKAK
Langganan:
Postingan (Atom)