ternyata ada tamu yang masuk ke rumah selama saya pergi ke Paniai. Ya, memang bukan maling sih, tapi ular!!
Sering sih ular masuk rumah, tapi kalo lebih dari satu, itu yang baru luar biasa.
Awalnya, Minggu malam (14 Oktober) saya kaget sekali ketika melihat ada 2 ekor ular saling melilit di korden ruang makan. Saya berhasil membunuh 1 ular, yang satunya melarikan diti ke gudang. Setelah memanggil teman, kami berdua berburu ular yang satunya lagi di gudang. Ternyata bukan ular yang terkejut, tapi kami yang terkaget kaget, ternyata masih ada 3 ekor ular dalam gudang, dan satu di teras gudang. Akhirnya kami berhasil membunuh 4 ekor ular, dan masih 1 ekor berhasil lolos....
ckckckck....
Senin, 17 Oktober 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
Pulang
Setelah sekitar 2 minggu saya berada di kabupaten Paniai ini, tanggal 10 Oktober akhirnya saya pulang juga.
Proses pulangnya gak kalah seru dengan berangkatnya. Sulit sekali cari kepastian pesawat yang akan terbang. Pengalaman beberapa tetangga kamar di penginapan pun sama saja. Mereka musti bolak balik bandara, bahkan disaat ticket (lebih tepatnya kwitansi, karena bentuknya ya kwitansi biasa gitu...) sudah di tangan pun, bisa aja pesawat gak jadi datang.
Ternyata di tanggal 10 itu, tidak ada jadwal kedatangan pesawat, lantas saya pulang dengan apa? usut punya usut, ternyata saya naik helikopter! Wah, boleh juga nih... jadi pengalaman naik helikopter hahaha
'ticket" heli dan airport tax
Ternyata ada 6 orang penumpang beserta pilot dan co pilotnya. Jadi kami ber-8 dalam helikopter kecil itu. Hmmm, dan gak disangka-sangka, ternyata penumpang harus berjongkok selama perjalanan. Ya bener-bener jongkok, karena gak ada tempat duduknya. Berjongkokpun sudah sangat berdempetan hehehehe yang penting bisa pulang deh...
Tapi tetep, walaupun sulit bergerak semgat motret tetap ada hahahaha (walaupun musti bolak balik permisi karena nyenggol kepala orang lain terus)
kota Enarotali
Perbukitan dengan berbagai gradasi warna biru
Sesampai Di Timika saya gak langsung balik ke Jayapura, karena harus menyelesaikan urusan dulu. Sampai Jayapura baru tanggal 14 Oktober. Rumah? aman gak ada maling masuk, cuma sarang burung itu sudah gak ada. ada sisanya saja, sepertinya dirusak seseorang.... kasihan
Proses pulangnya gak kalah seru dengan berangkatnya. Sulit sekali cari kepastian pesawat yang akan terbang. Pengalaman beberapa tetangga kamar di penginapan pun sama saja. Mereka musti bolak balik bandara, bahkan disaat ticket (lebih tepatnya kwitansi, karena bentuknya ya kwitansi biasa gitu...) sudah di tangan pun, bisa aja pesawat gak jadi datang.
Ternyata di tanggal 10 itu, tidak ada jadwal kedatangan pesawat, lantas saya pulang dengan apa? usut punya usut, ternyata saya naik helikopter! Wah, boleh juga nih... jadi pengalaman naik helikopter hahaha
'ticket" heli dan airport tax
Ternyata ada 6 orang penumpang beserta pilot dan co pilotnya. Jadi kami ber-8 dalam helikopter kecil itu. Hmmm, dan gak disangka-sangka, ternyata penumpang harus berjongkok selama perjalanan. Ya bener-bener jongkok, karena gak ada tempat duduknya. Berjongkokpun sudah sangat berdempetan hehehehe yang penting bisa pulang deh...
Tapi tetep, walaupun sulit bergerak semgat motret tetap ada hahahaha (walaupun musti bolak balik permisi karena nyenggol kepala orang lain terus)
kota Enarotali
Perbukitan dengan berbagai gradasi warna biru
Sesampai Di Timika saya gak langsung balik ke Jayapura, karena harus menyelesaikan urusan dulu. Sampai Jayapura baru tanggal 14 Oktober. Rumah? aman gak ada maling masuk, cuma sarang burung itu sudah gak ada. ada sisanya saja, sepertinya dirusak seseorang.... kasihan
Jumat, 14 Oktober 2011
Bibida
Puskesmas ketiga yang saya datangi adalah Puskesmas Bibida.
Cara mencapai puskesmas ini sbenernya cukup mudah, hanya dengan naik mobil selama 1 jam-an, ditambah jalan kaki selama 1,5 jam an. tapi yang menjadi jalan menuju puskesmas ini begitu menantang, adalah: sepanjang jalan kaki, kita diharuskan melalui jalanan berlumpur!
ya, bener-bener lumpur. kami dan para petugas puskesmas, juga masyarakat, harus berjalan (direkomendasikan menggunakan boot khusus lumpur atau 'nyeker' sekalian aja, bila menuju puskesmas ini)
Di samping jalan berlumpur, kadangkala kami musti melalui selokan, jembatan gantung yang berlubang, titian kayu dan tentu saja ranjau-ranjau berupa kotoran babi yang banyak berceceran.
Jembatan gantung yang bolong-bolong
jembatan plus titian
Berbagai macam medan yang harus ditempuh:
lumpur
Selokan
tanah berlumut
Setelah berjalan berbasah-basah, sampailah kami di Puskesmas Bibida. Puskesmas yang cukup ramai dikunjungi pasien, tapi sayang sekali banyak peralatan yang hilang karena dijarah orang.
Gedung puskesmas Bibida
Pagar Puskesmas
Gereja di Bibida, berwarna seperti permen
Cara mencapai puskesmas ini sbenernya cukup mudah, hanya dengan naik mobil selama 1 jam-an, ditambah jalan kaki selama 1,5 jam an. tapi yang menjadi jalan menuju puskesmas ini begitu menantang, adalah: sepanjang jalan kaki, kita diharuskan melalui jalanan berlumpur!
ya, bener-bener lumpur. kami dan para petugas puskesmas, juga masyarakat, harus berjalan (direkomendasikan menggunakan boot khusus lumpur atau 'nyeker' sekalian aja, bila menuju puskesmas ini)
Di samping jalan berlumpur, kadangkala kami musti melalui selokan, jembatan gantung yang berlubang, titian kayu dan tentu saja ranjau-ranjau berupa kotoran babi yang banyak berceceran.
Jembatan gantung yang bolong-bolong
jembatan plus titian
Berbagai macam medan yang harus ditempuh:
lumpur
Selokan
tanah berlumut
Setelah berjalan berbasah-basah, sampailah kami di Puskesmas Bibida. Puskesmas yang cukup ramai dikunjungi pasien, tapi sayang sekali banyak peralatan yang hilang karena dijarah orang.
Gedung puskesmas Bibida
Pagar Puskesmas
Gereja di Bibida, berwarna seperti permen
Kamis, 13 Oktober 2011
Epouto
Sebenernya saat di Enarotali, saya melakukan supervisi di Puskesmas Enarotali.
sesudah di Puskesmas Enarotali, kini giliran Puskesmas Epouto. Puskesmas ini berada di sebuah distrik yang untuk mencapainya harus menyeberangi Danau Paniai menggunakan perahu motor... Wah suka banget, semangat banget pergi kesana.
Sekitar jam 7 pagi, kami sudah berkumpul di Pelabuhan Besar untuk menumpang perahu motor guna menyeberangi Danau Paniai.
Sebagian kota, terlihat dari pelabuhan besar
Sebuah perahu motor sarat muatan kayu bakar saat mendekati pelabuhan.
Perjalan mengarungi air danau yang (pastinya) dingin menempuh sekitar 20 menit. Air danau dipenuhi tumbuhan air baik yang di dalam maupun di permukaan air
Sesampai di seberang, ternyata kami diharuskan berjalan kaki lagi sekitar 1 jam menaiki bukit pendek untuk mencapai Puskesmas Epouto.Pemandangan lagi-lagi indah luar biasa. Saya sempet menahan nafas, setelah melewati 3 tanjakan, sampailah saat kami harus menuruni bukit, menuju sebuah danau lagi!!! ternyata desa ini diapit 2 danau, Danau Paniai dan Danau Tagi
Desa Epouto terlihat dari arah danau Paniai
Danau Paniai terlihat dari arah desa
2 orang anak Epouto yang berpapasan dengan kami
Tumpukan kayu di tepi jalan
Ternak favorit (hehehe)
Rumah adat khusus kaum pria dewasa
Tim Rifaskes menuju Puskesmas Epouto, tampak Danau Tagi di kejauhan.Puskesmas Epouto yang kami tuju berada di tepi Danau Tagi. Danau berair jernih ini mendapat julukan 'Tabir' yang merupakan kependekan dari Tagi Biru. Tabir inipun tertulis di kaos seragam pegawai Puskesmas Epouto.
Puskesmas tampak dari kejauhan. Puskesmas yang rapih dan bersih, halamannya sangat terawat, penuh ditanami sayuran seperti kol, ubi jalar, wortel, daun bawang dan tomat. Tanaman disini sangat subur.
Gerbang puskesmas dilihat dari ruang tunggu di puskesmas
kursi ginekologi di depan pintu samping puskesmas
Danau Tagi ternyata bukan ujung dari distrik ini, karena masih banyak desa terletak di seberang Danau Tagi.Angkutan menuju desa-desa tersebut menggunakan perahu motor. Ada kebiasaan masyarakat setempat, mereka biasa menunggu perahu datang sambil memancing.
sesudah di Puskesmas Enarotali, kini giliran Puskesmas Epouto. Puskesmas ini berada di sebuah distrik yang untuk mencapainya harus menyeberangi Danau Paniai menggunakan perahu motor... Wah suka banget, semangat banget pergi kesana.
Sekitar jam 7 pagi, kami sudah berkumpul di Pelabuhan Besar untuk menumpang perahu motor guna menyeberangi Danau Paniai.
Sebagian kota, terlihat dari pelabuhan besar
Sebuah perahu motor sarat muatan kayu bakar saat mendekati pelabuhan.
Perjalan mengarungi air danau yang (pastinya) dingin menempuh sekitar 20 menit. Air danau dipenuhi tumbuhan air baik yang di dalam maupun di permukaan air
Sesampai di seberang, ternyata kami diharuskan berjalan kaki lagi sekitar 1 jam menaiki bukit pendek untuk mencapai Puskesmas Epouto.Pemandangan lagi-lagi indah luar biasa. Saya sempet menahan nafas, setelah melewati 3 tanjakan, sampailah saat kami harus menuruni bukit, menuju sebuah danau lagi!!! ternyata desa ini diapit 2 danau, Danau Paniai dan Danau Tagi
Desa Epouto terlihat dari arah danau Paniai
Danau Paniai terlihat dari arah desa
2 orang anak Epouto yang berpapasan dengan kami
Tumpukan kayu di tepi jalan
Ternak favorit (hehehe)
Rumah adat khusus kaum pria dewasa
Tim Rifaskes menuju Puskesmas Epouto, tampak Danau Tagi di kejauhan.Puskesmas Epouto yang kami tuju berada di tepi Danau Tagi. Danau berair jernih ini mendapat julukan 'Tabir' yang merupakan kependekan dari Tagi Biru. Tabir inipun tertulis di kaos seragam pegawai Puskesmas Epouto.
Puskesmas tampak dari kejauhan. Puskesmas yang rapih dan bersih, halamannya sangat terawat, penuh ditanami sayuran seperti kol, ubi jalar, wortel, daun bawang dan tomat. Tanaman disini sangat subur.
Gerbang puskesmas dilihat dari ruang tunggu di puskesmas
kursi ginekologi di depan pintu samping puskesmas
Danau Tagi ternyata bukan ujung dari distrik ini, karena masih banyak desa terletak di seberang Danau Tagi.Angkutan menuju desa-desa tersebut menggunakan perahu motor. Ada kebiasaan masyarakat setempat, mereka biasa menunggu perahu datang sambil memancing.
Rabu, 12 Oktober 2011
Enarotali
Akhirnya saat-saat yang dinantikan tiba juga...
Bener, setelah sekian lama menunggu kepastian untuk pengumpulan data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes),pada tanggal 25 September saya terbang juga ke Timika, kemudian transit sampe 2 hari (susah juga nyari pesawat ke Kabupaten Paniai, kebetulan saya kebagian tugas supervisi di kabupaten ini) Saya sempet juga datang ke bandara tanggal 26, tapi ternyata gak ada pesawat yang mau ke Paniai. Ticket pesawat harus dibeli di tempat, saat pesawat dipastikan berangkat. kata petugas di bandara, besok tanggal 27, pesawat akan berangkat sekitar jam 12 siang. tapi ternyata meleset, jam 6 pagi, supir yang saya pesan sebelumnya sudah menggedor-gedor pintu kamar hotel tempat saya menginap, rupanya pesawat berangkat pagi!!! sang supir mendapat berita langsung dari penjual ticket. Gak pake mandi, saya langsung melompat kesana kemari merapikan koper dan berangkat ke bandara.
Pesawat yang kami tumpangi total hanya berisi total 8 orang penumpang, dengan barang-barang bawaan kami berada di antaranya (jadi ingat di angkot, hehehe)
Perjalanan menuju Enarotali (ibukota Kabupaten Paniai) menempuh sekitar 35 menit dari Timika. Pemandangan luar biasa indah menyambut kami ketika pesawat mendekati kota Enarotali. Ini kali kedua saya berkunjung ke kota ini, kali pertama ketika saya belum genap 2 tahun. Saat itu adik saya harus dilahirkan dengan prosedur bedah Caesar, dan fasilitas yang memungkinkan untuk melakukan prosedur itu hanya ada di kota ini(saat itu kami tinggal di Nabire, kota dekat Enarotali, tapi harus menggunakan pesawat juga)
Seekor ngengat di jendela pesawat (jadi ingat nyamuk besar di pesawat waktu menuju Homeyo)
gugusan batu kapur di saat pesawat mendekati kota Enarotali
Pemandangan danau paniai sesaat sebelum pesawat mendarat.
Ya, kota ini berda di tepi sebuah danau besar, bernama danau Paniai, Juga lembah besar bernama Lembah Wea. Suhu di Enarotali sejuk danm cenderung dingin di malam hari brrrr
Kelelahan dan kepanikan saya terbayar sudah saat tiba di Enarotali.
Kota yang sederhana (tapi terlihat kalo sedang terjadi perubahan besar menuju kemajuan) memiliki keistimewaan yaitu banyak babi berkeliaran (rupanya babi memiliki arti tersendiri bagi orang setempat, sehingga babinya pun hidup terjamin dan gemuk-gemuk...)
kamar mandi di penginapan tempat saya menginap. 2 buah keran air, salah satunya air hangat (untung banget ada air hangat, airnya dingin banget) Coba keran warna apa yang mengalirkan air panas? merah? salah... justru keran biru yang mengalirkan air panas (awalnya saya kecele juga, hahaha)
babi besar dengan santai lewat depan penginapan
Pelabuhan di danau Paniai. ada 2 pelabuhan di kota ini,kecil dan besar.Pelabuhan merupakan tempat awal perahu motor menyeberang ke desa-desa di seberang danau
Pelabuhan besar
Tonggak kayu di pelabuhan kecil
pemandangan yang terlihat dari pelabuhan kecil (sempet juga nyobain mode Landscape nih, jadi hasil fotonya jadi panjang gitu)
Pemandangan dari pelabuhan besar
Lembah Wea dan danau Paniai terlihat dari jauh
Sebuah rumah dengan latar belakang lembah Wea, konon ini rumah seorang pejabat di kabupaten Paniai(sampe ngiler liat lokasi rumah ini, bagus banget....)
Bener, setelah sekian lama menunggu kepastian untuk pengumpulan data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes),pada tanggal 25 September saya terbang juga ke Timika, kemudian transit sampe 2 hari (susah juga nyari pesawat ke Kabupaten Paniai, kebetulan saya kebagian tugas supervisi di kabupaten ini) Saya sempet juga datang ke bandara tanggal 26, tapi ternyata gak ada pesawat yang mau ke Paniai. Ticket pesawat harus dibeli di tempat, saat pesawat dipastikan berangkat. kata petugas di bandara, besok tanggal 27, pesawat akan berangkat sekitar jam 12 siang. tapi ternyata meleset, jam 6 pagi, supir yang saya pesan sebelumnya sudah menggedor-gedor pintu kamar hotel tempat saya menginap, rupanya pesawat berangkat pagi!!! sang supir mendapat berita langsung dari penjual ticket. Gak pake mandi, saya langsung melompat kesana kemari merapikan koper dan berangkat ke bandara.
Pesawat yang kami tumpangi total hanya berisi total 8 orang penumpang, dengan barang-barang bawaan kami berada di antaranya (jadi ingat di angkot, hehehe)
Perjalanan menuju Enarotali (ibukota Kabupaten Paniai) menempuh sekitar 35 menit dari Timika. Pemandangan luar biasa indah menyambut kami ketika pesawat mendekati kota Enarotali. Ini kali kedua saya berkunjung ke kota ini, kali pertama ketika saya belum genap 2 tahun. Saat itu adik saya harus dilahirkan dengan prosedur bedah Caesar, dan fasilitas yang memungkinkan untuk melakukan prosedur itu hanya ada di kota ini(saat itu kami tinggal di Nabire, kota dekat Enarotali, tapi harus menggunakan pesawat juga)
Seekor ngengat di jendela pesawat (jadi ingat nyamuk besar di pesawat waktu menuju Homeyo)
gugusan batu kapur di saat pesawat mendekati kota Enarotali
Pemandangan danau paniai sesaat sebelum pesawat mendarat.
Ya, kota ini berda di tepi sebuah danau besar, bernama danau Paniai, Juga lembah besar bernama Lembah Wea. Suhu di Enarotali sejuk danm cenderung dingin di malam hari brrrr
Kelelahan dan kepanikan saya terbayar sudah saat tiba di Enarotali.
Kota yang sederhana (tapi terlihat kalo sedang terjadi perubahan besar menuju kemajuan) memiliki keistimewaan yaitu banyak babi berkeliaran (rupanya babi memiliki arti tersendiri bagi orang setempat, sehingga babinya pun hidup terjamin dan gemuk-gemuk...)
kamar mandi di penginapan tempat saya menginap. 2 buah keran air, salah satunya air hangat (untung banget ada air hangat, airnya dingin banget) Coba keran warna apa yang mengalirkan air panas? merah? salah... justru keran biru yang mengalirkan air panas (awalnya saya kecele juga, hahaha)
babi besar dengan santai lewat depan penginapan
Pelabuhan di danau Paniai. ada 2 pelabuhan di kota ini,kecil dan besar.Pelabuhan merupakan tempat awal perahu motor menyeberang ke desa-desa di seberang danau
Pelabuhan besar
Tonggak kayu di pelabuhan kecil
pemandangan yang terlihat dari pelabuhan kecil (sempet juga nyobain mode Landscape nih, jadi hasil fotonya jadi panjang gitu)
Pemandangan dari pelabuhan besar
Lembah Wea dan danau Paniai terlihat dari jauh
Sebuah rumah dengan latar belakang lembah Wea, konon ini rumah seorang pejabat di kabupaten Paniai(sampe ngiler liat lokasi rumah ini, bagus banget....)
Langganan:
Postingan (Atom)